Translate

Kamis, 22 April 2010

Taqwa

Allah swt. berfirman:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. (Q.s. Al Hujurat: 13).

Diriwayatkan oleh Abu Sa'id al Khudry, bahwa seseorang menghadap Nabi saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, nasihatilah saya!" Beliau menjawab:

"Engkau harus mempunyai ketaqwaan kepada Allah, karena ketaqwaan adalah kumpulan seluruh kebaikan. Engkau harus melaksanakan jihad, karena jihad adalah kerahiban kaum Muslim. Dan engkau harus dzikir kepada Allah, karena dzikir adalah cahaya bagimu." (H.r. Ibnu Dharies, dari Abu Said).
Anas r.a. meriwayatkan, seseorang bertanya kepada Rasulullah saw, "Siapakah keluarga Muhammad? "Beliau menjawab, "Setiap orang yang taqwa."

Taqwa merupakan kumpulan seluruh kebaikan, dan hakikatnya adalah seseorang melindungi dirinya dari hukuman Tuhan dengan ketundukan kepada Nya. Asal usul taqwa adalah menjaga dari syirik, dosa dan kejahatan, dan hal hal yang meragukan (syubhat), serta kemudian meninggalkan hal-hal utama (yang menyenangkan).

Menurut Syeikh Abu Ali ad Daqqaq r.a, masing masing bagian tersebut memiliki bab tersendiri. Dan dinyatakan di dalam tafsir mengenai firmanAllah swt, "Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar benar taqwa kepada Nya." (Q.s. Ali Imran: 102), ayat ini mempunyai makna bahwa Dia harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, dan bahwa kita harus bersyukur kepada Nya dan tidak mengufuri Nya.

Sahl bin Abdullah menegaskan, "Tiada penolong sejati selain Allah: tidak satu pun pembimbing yang sebenarnya selain Utusan Allah; tak satu pun perbekalan yang mencukupi selain taqwa, dan tidak satupun amal yang lenggeng keteguhannya selain bersabar."

Al Kattany berkata, "Dunia dibagi secara adil sesuai dengan cobaan, dan akhirat dibagi secara adil sesuai dengan taqwa."
Al Jurairy mengatakan, "Orangyang belum menjadikan taqwa dan muraqabah sebagai hakim, antara dirinya dan Tuhan tidak akan memperoleh mukasyafah dan musyahadah."

An Nashr Abadzy menjelaskan, "Taqwa adalah bahwa hamba waspada terhadap segala sesuatu selain Allah swt. Barangsiapa menginginkan taqwa yang sempurna, hendaknya menghindari setiap dosa. Siapa pun yang teguh dalam taqwa akan merindukan perpisahan dengan dunia, karena Allah swt. berfirman, "Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (Q.s. Al An'am: 32).
Sebagian Sufi berkata, "Tuhan menjadikan berpaling dari dunia dengan mudah bagi orang yang benar benar bertaqwa." Abu Abdullah ar Rudzbary mengatakan, "Taqwa adalah menghindarkan diri dari segala sesuatu yang menjadikan diri jauh dari Allah swt."

Dzun Nuun al Mishry mengatakan, "Orang yang bertaqwa kepada Allah adalah orang yang tidak menodai aspek lahiriah dirinya dengan sikap keras kepala, tidak pula aspek batiniahnya dengan alamat-alamat keruhanian. la berdiri di sisi Allah dalam keadaan selaras."
Abul Hasan al Farisy berkata, "Taqwa mempunyai dimensi lahir dan batin. Dimensi lahir adalah pelaksanaan syariat, dan aspek batinnya adalah niat dan mujahadah."
Dzun Nuun membacakan baris baris sajak berikut:

Tak ada kehidupan
selain bersama mereka
yanq hatinya mendambakan taqwa
dan yarig istirah dalam dzikir
Tentram dalam ruh keyakinan,
Seperti anak menyusu di pangkuan ibunya.

Dikatakan, "Taqwa seseorang ditandai oleh tiga sikap yang baik: Tawakkal terhadap apa yang belum dianugerahkan, berpuas diri dengan apa yang telah dianugerahkan, menghadapi milik yang hilang."
Thalq bin Habib menjelaskan, "Taqwa adalah bertindak sesuai sesuai dengan cahaya Allah swt."
Abu Hafs mengatakan, "taqwa adalah sikap seseorang membatasi dirinya terhadap hal-hal yang jelas diperbolehkan, hanya itu."
Abu Husyan az Zanjany mengatakan, "Barangsiapa yang modal hartanya adalah taqwa, ia akan lelah menghitung labanya."
Al Wasithy menegaskan, "Taqwa adalah sikap seseorang menjauhi ketaqwaannya; artinya, menghindari kesadaran akan taqwa. Contoh orang yang bertaqwa adalah Ibnu Sirin. Suatu saat Ibnu Sirin membeli empat puluh kaleng mentega. Ketika salah seorang pembantunya menyingkirkan seekor tikus dari salah satu gucinya, Ibnu Sirin bertanya kepadanya, 'Guci mana yang darinya tikus itu kamu singkirkan? Ia menjawab, 'Saya tidak tahu!' Selanjutnya Ibnu Sirin memutuskan mengosongkan semua guci dengan menuang seluruh mentega ke atas tanah. Contoh orang saleh adalah Abu Yazid al-Bisthamy.

Pada suatu hari ia membeli kunyit jingga di Hamadhan. la menjumpai hanya sedikit kunyit jingga, dan ketika kembali ke Bistham, ditemukannya dua ekor semut di kunyit tersebut. Maka, ia kembali ke Hamadhan dan melepaskan. kedua semut itu."
Abu Hanifah tidak pernah mau berteduh di bawah kerindangan pohon milik orang yang berhutang kepadanya. Ia menjelaskan, "Sebuah hadis menyatakan:
"Setiap hutang yang pengembaliannya disertai kelebihan adalah riba."
(Riwayat al-Ajluni, namun as Suyuthy menganggap hadis ini dha'if).

Abu Yazid sedang mencuci jubahnya di luar kota bersama seorang sahabat, ketika sahabatnya berkata, "Kita jemur jubah di dinding pagar kebun buah itu." Abu Yazid menjawab, "Jangan menancapkan paku di dinding orang!" Sahabatnya menyarankan, "Jemur saja di atas pohon. " Abu Yazid menjawab, "Aku khawatir ia akan menyebabkan cabang-cabangnya patah." la berkata, "Bentangkanlah ia di Atas rerumputan!" Abu Yazid menjawab, "Rerumputan itu makanan hewan ternak. Jangan kita menutupinya dengan jubah ini!" Selanjutnya, ia menghadapkan punggungnya ke arah matahari dan meletakkan jubah di atas punggungnya hingga satu sisi jubahnya mengering, lantas membalik sisi yang lain hingga mengering pula.

Dikisahkan, pada suatu hari Abu Yazid memasuki masjid dan menancapkan tongkatnya ke tanah. Tongkat itu roboh dan menimpa tongkat seseorang yang berusia lanjut, yang juga menancapkannya di tanah, dan menyebabkan tongkat orang tua tersebut roboh. Orang tua itu membungkuk, lalu mengambil tongkatnya. Abu Yazid pergi ke rumah orang tua tersebut dan meminta maaf kepadanya, dengan mengatakan, "Anda tentu merasa terganggu disebabkan oleh kelalaian saya, ketika Anda terpaksa membungkuk."

Utbah al Ghulam tampak bercucuran keringat di musim dingin. Ketika orang orang di sekitarnya menanyakan hal itu kepadanya, ia memberikan penjelasan, "Ini adalah tempat di mana aku telah bermaksiat kepada Allah swt." Ketika diminta memberikan penjelasan lebih jauh, ia mengatakan, "Aku mengambil sebongkah lempung dari dinding ini, supaya tamuku dapat membersihkan tangan dengannya, tetapi aku tidak meminta izin terlebih dulu kepada pemilik dinding ini.

Ibrahim bin Adham berkata, "Pada suatu malam aku mengisi waktu di bawah kubah Masjid Kubah Batu Karang di Baitul Maqdis. Di tengah malam sepi turun dua malaikat. Malaikat pertama bertanya kepada sahabatnya, 'Siapakah orang yang berdiam di sini?' Sahabatnya menjawab, 'Ibrahim bin Adham.' Malaikat pertama itu berkata, 'Inilah orang yang derajatnya telah diturunkan Allah swt. satu tingkat.' Maka, malaikat kedua bertanya, 'Mengapa?' Ia menjawab, 'Karena ketika ia membeli sedikit kurma di Bashrah, sebutir kurma bercampur menjadi satu dengan kurma yang dibelinya, ia tidak mengembalikan kepada pemiliknya'."

Kemudian Ibrahim melaporkan, "Aku berangkat ke Bashrah, membeli kurma dari orang tersebut, dan menjatuhkan sebutir kurma ke dalam kurma-kurma miliknya. Aku kembali ke Yerusalem dan mengisi malam hariku di Masjid Kubah Batu Karang. Ketika sebagian malam berlalu, aku melihat dua malaikat turun dari langit, dan malaikat yang satu bertanya kepada sahabatnya, 'Siapakah orang. yang berdiam di sini?' Sahabatnya menjawab, 'Ibrahim bin Adham.' Malaikat yang bertanya itu berkata lagi, 'Ini adalah orang yang telah dikembalikan, dan dinaikkan derajatnya oleh Allah swt.'

Dikatakan bahwa taqwa mempunyai bermacam macam aspek; bagi kaum awam taqwa adalah menghindari syirik, bagi kaum terpilih (khawash) adalah menghindari dosa dosa, bagi para auliya' adalah menghindari ketergantungan pada amal, dan bagi para Nabi menghindari menisbatkan amal kepada selain Allah swt. Sebab taqwa mereka datang dari-Nya dan kembali kepada Nya. Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a. berkata, "Kaum termulia di dunia adalah kaum dermawan, dan yang paling mulia di akhirat adalah kaum yang taqwa."
Diriwayatkan oleh Abu Umamah, bahwa Nabi saw. menegaskan:
"Apabila seseorang menatap kecantikan seorang wanita dan kemudian menundukkan matanya setelah tatapan pertama, maka Allah menjadikan tindakannya itu suatu ibadat yang rasa manisnya dirasakan oleh hati orang yang melakukannya."””””””””” (H.r. Ahmad dalam Musnad nya).

Al Junayd sedang duduk duduk bersama Ruwaym, Al Jurairy dan Ibnu Atha'. Al Junayd berkata, "Seseorang tidak akan selamat kecuali bila berlindung secara ikhlas kepada Allah." Allah swt. berfirman, "Dan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta (berjihad), hingga ketika bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Q.s. At Taubah: 118).

Allah swt. berfirman:
"Dan Allah menyelamatkan orang orang yang bertaqwa karena kemenangan mereka-mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita." (Q.s. Az Zumar: 61).
Al Jurairy berkata, "Seseorang akan selamat hanya dengan tekun beribadat. Allah swt. berfirman, "... (yaitu) orang orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian." (Q.s. Ar Ra'ad: 20).
Ibnu Atha' menegaskan, "Seseorang tidak akan selamat kecuali dengan sikap malunya di hadapan Allah swt." Allah swt. berfirman, "Tidakkah ia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?" (Q.s. Al 'Alaq: 14).
"Bahwasanya orang orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka." (Q.s. Al Anbiya': 101).

Dikatakan, seseorang tidak akan selamat kecuali dengan pilihan yang telah ditetapkan atas dirinya. Allah swt. berfirman, "Dan Kami telah memilih meraka (untuk menjadi Nabi nabi dan Rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka kejalan yang lurus." (Q.s. AI Am'am: 87)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar